FESTIVAL JARANAN BUTO, KETIKA RATUSAN KUDA BERWAJAH BUTO RAKSASA DISATUKAN DALAM SATU PAGELARAN

Festival Jaranan Buto digelar pertama kali pada 11 Maret 2017 di Lapangan Jajag, Gambiran, Banyuwangi. Lebih dari 30 grup kesenian yang masing masing terdiri dari penari dan penabuh akan tampil memeriahkan festival. Pertunjukan Seni Tari Jaranan Butho akan dipentaskan mulai pukul 10.00 hingga pukul 17.00 WIB.

Jaranan Buto Banyuwangi.
Tari Jaranan Buto  yang dimainkan para TKI Banyuwangi tampil dalam Festival Balon Udara Putrajaya Malaysia 2016 (via Mahfudztejani.com)

Tari Jaranan Buto adalah salah satu kesenian dari Kabupaten Banyuwangi yang  menggunakan properti kuda buatan. Kesenian ini sepintas mirip dengan kesenian Kuda Lumping, Jaran Kepang atau Tari Jathilan.

Bedanya, properti kuda pada tarian Jaranan Buto yang digunakan tidaklah menyerupai bentuk kuda secara nyata, melainkan kuda tersebut berwajah raksasa atau Buto.

Begitu pula dengan para pemainnya yang juga menggunakan tata rias sadis dan menyeramkan layaknya seorang raksasa dengan muka merah bermata besar, bertaring tajam, berambut panjang dan gimbal.

Dalam satu grup kesenian Jaranan Butho biasanya terdiri dari 6-8 orang penari dengan 8-12 orang penabuh musik.

Para penari tersebut akan menari dengan menggunakan replika Kuda Kepang yang terbuat dari kulit lembu yang dipahat menyerupai karakter raksasa. Dalam pementasannya, Tari Jaranan Buto diiringi alunan musik seperti kendang, dua bonang, dua gong besar, kempul terompet, kecer (seperti penutup cangkir) yang terbuat dari bahan tembaga dan seperangkat gamelan.

Klimaksnya para penari tersebut bisa menari sampai kesurupan dan unsur magis ini memang menjadi atraksi yang ditunggu-tunggu penonton.

Saat kesurupan penari tersebut tidak sadar dan akan mengejar orang yang menggodanya dengan siulan. Bahkan saking agresif dan kegilaanya penari yang tak sadarkan diri tersebut mampu memakan kaca, api, ayam hidup dengan mengigit kepalanya hingga ayam tersebut mati.

Uniknya lagi, yang bisa kesurupan ternyata tidak hanya para penari saja, tapi juga para penonton yang berada di sekitar lokasi tak jarang ikut kesurupan juga.

Namun, Anda tidak perlu panik, karena ada pawang yang mengendalikan dan bertanggung jawab menyadarkan kembali para penari atau penonton yang ikut kesurupan.

Tari Jaranan Buto memiliki filosofi sebagai perwujudan upaya manusia untuk mengendalikan hawa nafsu angkara murka buto yang digambarkan dalam wujud kesatria yang menaiki sosok buto.
Jaranan Buto.
Penari Jaranan Buto sedang beraksi (via Infobwi.wordpress.com)

Kesenian ini memiliki beberapa kisah dan gerakan tari yang berbeda-beda, sehingga menjadi pementasan yang unik. Keunikan seni ini meliputi inti cerita (sinopsis), kostum penari, dan iringan gamelan yang berbeda dengan kesenian jaranan secara umum.

Kesenian Jaranan Buto sendiri adalah akulturasi kesenian jaranan Sendrewi, Pegon dengan budaya lokal Banyuwangi.

Istilah Jaranan Butho mengadopsi nama tokoh legendaris Minakjinggo, berdasarkan anggapan bahwa Minakjinggo adalah seorang yang berkepala raksasa, yang dalam Bahasa Jawa disebut Butho.

Sedangkan pemakaian replika kuda dalam kesenian ini ada filosofinya bahwa kuda menggambarkan semangat perjuangan, sikap ksatria dan unsur kerja keras tanpa kenal lelah didalam setiap kondisi.

Menurut literatur, sejarah kesenian Tari Jaranan Buto dimulai dari Dusun Cemetuk, yakni sebuah dusun kecil sebagai bagian dari wilayah administratif Desa Cluring dalam lingkup Kabupaten Banyuwangi.

Letak Dusun Cemetuk yang berbatasan dengan wilayah kecamatan Gambiran menjadikan masyarakatnya mendapatkan pengaruh kebudayaan masyarakat Jawa Mataraman dari wilayah Gambiran. Masyarakat Gambiran sendiri sebagian besar masih memiliki garis keturunan trah Mataram.

Dari pengaruh-pengaruh tersebut kelahiran kesenian Jaranan Butho dikatakan sebagai bentuk Akulturasi Budaya yang sangat unik, yakni merupakan perpaduan Kebudayaan Osing (Suku asli Banyuwangi) dengan kebudayaan Jawa Mataraman.

Beberapa tokoh yang menjadi pencetus kesenian Jaranan Buto adalah Darni Wiyono (76), warga Dusun Cemetuk, Kecamatna Cluring, Setro Asnawi dan Usik asal Dusun Tanjungrejo, Kecamatan Bangorejo.

Di Banyuwangi kesenian Jaranan Buto sangat populer. Ini bisa dibuktikan dengan adanya paguyuban Jaranan Buto di hampir semua Kecamatan di Banyuwangi. Setidaknya terdapat 150 kelompok Jaranan Buto yang terdaftar, namun yang aktif sekitar 126 kelompok. Hal ini terjadi karena ada penari yang bergabung dengan dua paguyuban yang berbeda. Dan dalam setiap penampilan Jaranan Buto, bisa dipastikan selalu mengundang banyak penonton.

Dalam satu pertunjukan, semisal dalam acara hajatan warga Banyuwangi, biasanya hanya tampil satu paguyuban Jaranan Buto. Bisa dibayangkan betapa serunya ketika ratusan 'buto raksasa' yang tergabung dalam puluhan paguyuban kesenian itu nanti dikumpulkan dalam satu panggung dalam Festival Jaranan Buto. Inilah festivalnya para buto raksasa berwajah sangar yang sayang kalau dilewatkan.


                      Penampilan Tari Jaranan Buto dalam Festival Balon Udara di Malaysia 2016.

#updated


FESTIVAL JARANAN BUTO 2017 ternyata mengalami perubahan jadwal. Jika diawal tulisan disebutkan festival akan berlangsung sehari pada 11 Maret, belakangan ada perubahan. Akhirnya Festival Jaranan Buto 2017 berlangsung selama 3 hari berturut-turut mulai tanggal 9 - 11 Maret 2017. Tempatnya di area Terminal Bus Jajag. Waktu pelaksanaan festival Jaranan Buto yang baru pertama digelar ini berbeda dengan biasanya. di Banyuwangi, kesenian Jaranan Buto umumnya selalu digelar saat siang hingga sore hari, sedangkan Festival Jaranan Buto 2017 akan digelar pada malam hari mulai pukul 19.00 WIB hingga selesai.

Lokasi Festival Jajaran Buto 2017.
Panggung pertunjukan yang disiapkan panitia. (via grup medsos Bwi)

Tata panggung dan lighting yang megah di persiapkan untuk mengelar festival Jaranan Buto terbesar di Banyuwangi bahkan di Indonesia. Keseruan Kesenian Jaranan Buto yang biasa di tampilkan ruang bebas, kali ini akan di pertontonkan secara epik di atas panggung dengan dekorasi khas Jaranan Buto.

Festival Jaranan Buto 2017 melibatkan 20 grup Jaranan Buto mulai dari Sanggar Seni, Kelompok seni dan grup Jaranan Buto se Kabupaten Banyuwangi.

Panggung Jaranan Buto Jajag 2017.
Sketsa arena pertunjukan Jaranan Buto di Terminal Jajag (via grup medsos Bwi)

Penjurian dalam Festival Jaranan Buto ini menggunakan beberapa kriteria, yaitu grup terbaik dari juara 1 sampai 5, Musik terbaik, Kucingan terbaik, Bodolan terbaik, Celengan terbaik, Barongan terbaik. Untuk memberikan penilaian, beberapa juri dari berbagai element mulai dari Budayawan, Pembina dan pemerhati kesenian Jaranan Buto akan dilibatkan. 

Para peserta Festival Jaranan Buto 2017 akan beradu koreografi diatas panggung untuk menjadi yang terbaik. Pemerintah daerah Banyuwangi sudah menyiapkan hadiah bagi peserta yang terpilih mulai dari 500.000 hingga 5.000.000 rupiah.

Artikel BANYUWANGI BAGUS Lainnya :

0 komentar:

Posting Komentar

Scroll to top