MAKARYA, PERSEMBAHAN KOLABORASI MASYARAKAT 9 DESA DI KAKI GUNUNG RAUNG

Pagelaran Makarya - Kecamatan Songgon yang berada di lereng Gunung Raung di barat laut Banyuwangi, memiliki potensi obyek wisata alam yang menarik. Diantaranya yang sudah banyak dikenal adalah Air Terjun Lider, Rowo Bayu, arung jeram dan Hutan Pinus Songgon. Namun ini hanya sebagian dari banyak kekayaan alam Songgon yang masih dalam proses pengembangan sebagai obyek wisata andalan.

Pagelaran Makarya masyarakat desa Songgon, Banyuwangi.
Panggung pertunjukan Makarya di Hutan wisata Pinus Songgon (sumber : Antarajatim.com)

Tak hanya alamnya yang indah, Songgon juga memiliki keanekaragaman seni budaya yang pantas diangkat secara luas.

Atas inisiatif dari para pemuda Songgon yang tergabung dalam Komunitas Karo Adventure dan didukung oleh komunitas Hidora Merdeka, Japung Nusantara dan pemerintah Kecamatan Songgon, mereka menggelar rangkaian acara bertema Makarya (Masyarakat Kaki Raung Berkarya).

Sebanyak masyarakat dari 9 desa di Kecamatan Songgon, Kabupaten Banyuwangi, terlibat dalam kegiatan ini. Sembilan desa itu adalah Balak, Bayu, Badewang, Bangunsari, Parangharjo, Songgon, Sragi, Sumberarum dan Sumberbulu.

Acara ini dimaksudkan untuk mengangkat kembali kesenian dan budaya warga Songgon yang selama ini hilang. Juga membangkitkan kembali nilai gotong-royong antar masyarakat agar bisa tetap lestari.

"Pagelaran Makarya adalah sebuah media menggali potensi kearifan masyarakat, potensi sumber daya alam, potensi seni budaya, sehingga kegiatan ini merupakan upaya untuk mengumpulkan dan menjejaringkan rangkaian  potensi yang ada di masyarakat kaki Gunung Raung," kata Bachtiar Djanan, panitia pagelaran Makarya.

Menurutnya pagelaran Makarya adalah aktifitas membangun kebersamaan warga di sembilan desa di kaki Gunung Raung dengan cara bergotong-royong, bersinergi, tidak berharap upah,dan  tidak berharap untung.

Melalui Makarya itu berbagai potensi masyarakat seperti seni budaya, ritual dan tradisi, kuliner tradisional, potensi hasil bumi, hasil hutan, dan produk-produk kerajinan ditampilkan.

Potensi seni masyarakat ditampilkan dalam Makarya (sumber : Facebok.com)

Tak tanggung-tanggung, Makarya digelar selama tiga hari tiga malam di kaki Gunung Raung dengan sejumlah agenda yang padat. Berbagai pertunjukan seperti tari jaran goyang, gandrung, pencak silat, wayang osing, musik lesung dan berbagai kearifan lokal lain ditampilkan dalam waktu tiga hari.

Bukan hanya potensi seni budaya lokal yang terlibat dalam pagelaran ini. Banyak seniman pengisi acara, fotografer, bloger, jurnalis, dan wisatawan mancanegara yang hadir dalam kegiatan tersebut. Jumlahnya sekitar 32 orang yang berasal dari Amerika Serikat, Prancis, Inggris, Australia, Bosnia, Republik Ceko, New Zealand, Kanada, Spanyol, Jepang, dan Belanda.

Panitia juga mengundang seniman, fotografer, pembuat film dokumenter bloger, jurnalis, dari berbagai kota di Indonesia, terutama dari Jaringan Kampung Nusantara tercatat sebanyak 46 orang.

Seniman luar daerah yang turut mengisi acara dengan sukarela merupakan seniman yang tergabung dalam Jaringan Kampung (Japung) Nusantara diantaranya Traveller Akustik dari Malang, Momon Karman pemain seruling dari Bandung, Redy Eko Prasetyo musisi dawai dari Malang, Alif Flamenco gitaris dari Bandung dan lain-lain.

Sementara itu musisi asing yang turut berpartisipasi diantaranya Gilles Saisi komposer dari Perancis, Mehdi Al Lagui gitaris yang juga dari Perancis, Michiel Dijkman pemain Banjo dari Belanda, Euginy Rodionov pemain musik digital dari Rusia, Jesse Larson seniman kontemporer dari Amerika, Monik Wei seniman dari Chechnya dan beberapa pengisi acara lainnya.

Para seniman pengisi acara ini semuanya hadir secara sukarela dan tampil tanpa dibayar. Sebagai bentuk pengabdian seniman kepada masyarakat yang diharapkan membawa dampak yang positif.

Seniman dan musisi tersebut tampil berkolaborasi dengan seniman lokal dan masyarakat sekitar Songgon.

Kegiatan yang dilaksanakan secara swadaya ini memilih tempat pagelaran di area hutan pinus, sungai Badeng dan persawahan. Lokasi yang dingin dengan suasana alam kaki Gunung Raung, membuat penampilan seni budaya lokal masyarakat Songgon bisa nyaman disaksikan.

Pertunjukan seni budaya ditampilkan melalui dua panggung di lahan seluas 3 hektar. Panggung utara dengan latar belakang tebing batu menampilkan band reggae lokal KWK yang sempat membawakan lagu Don’t Worry dan Umbul-Umbul Belambangan versi reggae. Sedangkan panggung selatan, dengan latar belakang hutan pinus menampilkan musik karya seniman luar daerah dan seniman luar negeri.

Makarya Songgon.
Prosesi ruwatan massal diawali dengan pertunjukan wayang kulit oleh Ki Dalang Sentot Lebdo Carito dengan lakon  ‘Murwukolo’ atau ruwatan. (sumber : Jatimtimes.com)

Kegiatan itu diawali dengan ruwatan massal oleh Dalang Sentot dari Desa Sragi, Kecamatan Songgon, diskusi budaya, workshop, bazaar-pameran, serta panggung seni yang akan menampilkan pagelaran wayang kulit, kesenian tradisional dari Songgon dan sekitarnya, kesenian kontemporer dari Japung Nusantara, serta kesenian kontemporer dari mancanegara. Ada juga pengelolaan dan daur ulang sampah botol plastik serta pameran produk hasil UMKM setempat.

Sukses penyelenggaraan Makarya oleh masyarakat desa Songgon diharapkan menjadi awal yang baik dalam mengembangkan potensi seni budaya dan wisata menuju desa wisata Songgon yang mandiri, menyusul desa-desa lain yang sudah lebih dulu memulai, seperti Kawitan, Desa Tamansari, Desa Banjar, dan Desa Gombengsari.





Artikel BANYUWANGI BAGUS Lainnya :

0 komentar:

Posting Komentar

Scroll to top