FESTIVAL ANGKLUNG CARUK PELAJAR, UPAYA MENGHIDUPKAN KESENIAN YANG MATI SURI

Festival Angklung Caruk – Alat musik angklung sudah dikenal luas, tidak hanya di Indonesia, tapi juga di luar negeri. Bahkan UNESCO sudah menetapkan angklung sebagai salah satu warisan kebudayaan dunia dalam kategori sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia sejak November 2010.
Angklung Caruk Banyuwangi.
Angklung Caruk Banyuwangi (via Twitter.com/ngobos)

Umumnya orang mengenal alat musik angklung yang terbuat dari bambu ini berasal dari masyarakat Sunda. Padahal angklung juga dikenal di beberapa daerah lain di Indonesia, termasuk di Banyuwangi yang memiliki jenis angklung yang sangat khas.

Di Banyuwangi sudah ada sejak zaman kerajaan Blambangan, namun lebih banyak dimainkan untuk mengiringi tarian. Baru setelah Jepang masuk Indonesia pada 1942, saat itu muncul kreasi baru dalam kesenian musik tradisional Banyuwangi dengan digunakannya instrumen angklung untuk mengiringi lagu-lagu Osing.

Kesenian angklung khas Banyuwangi dimainkan oleh para pemain yang terdiri dari 12 sampai 14 orang. Konon seni Angklung Caruk berasal dari jenis kesenian Legong Bali, maka tak heran jika ritme musiknya mirip gamelan Bali, cepat, patah-patah, dominan gendang dan ditambah dengan gending-gending ala Banyuwangian.

Pertunjukan angklung di Banyuwangi terdiri dari empat jenis, yaitu angklung caruk, angklung tetak, angklung paglak, dan angklung Blambangan.  Yang paling populer adalah Angklung Caruk.

Setelah mengalami masa kejayaan, kesenian Angklung Caruk mengalami kondisi mati suri dalam waktu yang cukup lama, dan bisa dibilang generasi muda Banyuwangi tidak mengenalnya, sekarang Angklung Caruk akan dihidupkan lagi melalui Festival Angklung Caruk Pelajar pada 25 Februari 2017.

Yang menarik pesertanya menyasar para pelajar, bukan umum. Kurangnya minat atau pengetahuan tentang Angklung Caruk membuat Pemkab Banyuwangi memulainya dari para pelajar. Tujuannya adalah mengenalkan lagi kesenian yang hampir punah ini, sekaligus mencari bibit baru pemain Angklung Caruk.

Festival Angklung Caruk Banyuwangi 2017.

Peserta yang telah mendaftar dalam festival ini sebanyak 16 grup dari seluruh kabupaten Banyuwangi yang di koordinir oleh UPTD dan Dinas Pendidikan Banyuwangi. Dalam babak penyisihan yang di gelar sejak pagi akan di ambil 10 grup untuk tampil pada malam harinya. 10 Peserta yang telah lolos dari babak penyisihan akan tampil all out untuk bisa masuk dalam 5 penampil terbaik. Peserta akan diundi untuk memilih lagu yang telah di siapkan oleh panitia dan memainkannya.

PERTUNJUKAN ANGKLUNG CARUK

Kata "Caruk" dalam Bahasa Osing berarti "temu". Kata dasar itu bisa diucapkan "Kecaruk" atau "Bertemu".  Jadi kesenian Angklung Caruk artinya  mempertemukan dua kelompok kesenian angklung dalam satu panggung, saling beradu ketangkasan memainkan angklung dan alat musik pendukungnya dengan iringan sejumlah tembang Banyuwangian.

Dalam pertunjukan seni angklung caruk juga disajikan beberapa tarian yang biasanya dimainkan oleh penari laki-laki. Jenis-jenis tarian tersebut antara lain tari jangeran, tari gandrungan, cakilan, tari kuntulan, dan tari daerah Blambangan.

Angklung caruk ini memiliki warna yang berbeda, dimana dalam desainnya menggunakan rancakan yang menyatu dengan tempat duduk penabuh angklung. Disisi kanan-kiri angklung terdapat motif ular naga yang memperlihatkan keindahan dan kegagahannya.

Instrumen musik Angklung Caruk terdiri dari seperangkat angklung, kendang, slenthem, saron, peking, kethuk dan gong. Pemegang alat musik slenthem adalah yang menjadi komandan dari grup tersebut.

Setiap kelompok Angklung Caruk akan beradu kreativitas dengan kelompok lainnya dalam tebak gendhing dan kepandaian memainkan alat musik berlaras pelog dengan iringan sejumlah lagu-lagu Banyuwangian.

Dalam pertunjukan Angklung Caruk, pertama-tama setiap kelompok akan membawakan "larasan" yaitu menampilkan seorang penari pria yang disebut Badut. Tampilnya badut ini akan menjadikan situasi memanas dalam beradu kreatifitas memadukan kekompakan tarian dan lagu-lagu andalan yang dimiliki kelompoknya.
Penari angklung Caruk beraksi.
Penari Angklung Caruk (via Twitter.com/kangju150)

Peda sesi berikutnya ada istilah Adol Gendhing atau "Jual Lagu", yaitu saling tebak lagu khas Banyuwangi tentunya dengan membawakan ketukan sebuah lagu dan ketukan lagu tersebut di tebak oleh kelompok lainnya.

Ketika kelompok lain tidak bisa menjawab lagu tersebut, kelompok lain berhak mengambil alih tebak lagu dengan cara "Ngosek" memukul angklung serentak dan tidak beraturan.

Suasana sangat seru dan meriah karena setiap kelompok akan membawa fans dan suporter untuk mendukung penampilan meraka.

Tidak ada juri secara khusus dan penontonlah yang menentukan dan menilai kelompok mana yang lebih baik. Sportivitas kedua kelompok sangat tinggi. Mereka tidak ada yang curang atau marah saat kurang mendapatkan respon atau aplaus dari penonton.

Artikel BANYUWANGI BAGUS Lainnya :

0 komentar:

Posting Komentar

Scroll to top