GELAR FESTIVAL KOPI LEGO, DESA GOMBENGSARI SIAP GO INTERNASIONAL

Setelah sukses dengan Festival Kembang Kopi, eksistensi Gombengsari sebagai desa kopi di Banyuwangi kembali ditunjukkan dengan menggelar Festival Kopi Lego. Nama Kopi Lego sendiri merupakan akronim dari Kampong Kopi Lerek Gombengsari.

Festival kopi lego Gombengsari.

Dusun Lerek yang berada di Kelurahan Gombengsari, Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi mulai dikenal sebagai kampung kopi di bumi Blambangan. Disini pengunjung akan melihat hamparan pohon kopi dan aktivitas masyarakat sebagai petani kopi, menjadikan dusun ini destinasi menarik untuk dikunjungi.

Untuk memperkenalkan potensi wisata desa Gombengsari sebagai desa penghasil kopi secara nasional maupun internasional, masyarakat setempat menggelar serangkaian acara yang dikemas dalam Festival Kopi Lego (Lerek Gombengsari) selama dua hari (26-27/10/2016).

Bertema Kopi, Kambing dan Kesenian, festival yang diadakan secara swadaya tersebut menggandeng
komunitas Japung (Jaringan Kampung) Nusantara dan Hidora (Hiduplah Indonesia Raya).

Dalam festival yang berlangsung di Jalan utama Dusun Lerek itu, ditampilkan berbagai potensi daerah, seperti perkebunan kopi, peternakan kambing etawa, seni, budaya, dan kuliner. Juga ada workshop edukasi kopi.

"Kampung adalah lumbung ide. Dengan support dari Japung Nusantara, dan pergerakan Hidora, maka komunitas Kopi Lego menyelenggarakan sebuah festival budaya bertajuk Festival kopi lego, secara mandiri dan swadaya oleh masyarakat dusun Lerek," jelas Bachtiar Djanan, panitia acara.

Acara diawali dengan mengajak puluhan peserta yang terdiri dari masyarakat lokal dan mancanegara mengelilingi kebun kopi dan peternakan kambing etawa milik warga.

Setelah berkeliling, peserta ditunjukkan proses sangrai kopi secara tradisional hingga menjadi kopi yang siap seduh.

Wisatawan asing sedang belajar mensangrai kopi dalam Festival Kopi Lego (sumber : Facebook.com)
Dari kegiatan mengunjungi kebun kopi dan peternakan kambing etawa tersebut, para seniman terinspirasi beberapa gerakan dalam proses sangrai kopi, mendinginkan kopi, dan menumbuk kopi yang kemudian diambil sebagai inspirasi untuk tarian kolaborasi yang ditampilkan sebagai puncak pertunjukan Festival Kopi Lego.

Bahkan, koreografer dari Bali, Tebo Aumbara, yang juga lulusan Institut Seni Indonesia Bali, mengambil inspirasi dari alam dan aktifitas keseharian masyarakat sebagai bahan merancang koreografi tarian. 


CENIL GOMBENGSARI

Dalam Festival Kopi Lego, ada pameran kuliner tradisional yang mengangkat jajanan lokal masyarakat Gombengsari, salah satunya adalah Cenil.

Dibanyak tempat cenil biasanya menggunakan gula merah cair sebagai pemanis. Sedangkan Cenil Gombengsari, tidak menggunakan pemanis gula merah. Bahan dasarnya ada yang menggunakan singkong dan mie jagung.
Cenil khas Gombengsari (sumber : Banyuwangi.merdeka.com)
Sebagai penguat rasa cenil dari bahan mie jagung dicampur dengan buah nanas dan nangka. 
"Cara pengolahannya direbus saja. Terus dikasih parutan kelapa di atasnya," jelas Sri Lestari, seorang pedagang cenil.

Cenil Gombengsari disajikan dalam bentuk bulat-bulat kecil, lalu ditusuk dengan bambu seperti sate. Ada juga yang ditata di atas kertas berbentuk mangkuk kecil. Rasanya manis dan gurih.

Puncak acara Festival Kopi Lego (sumber : Antarajatim.com)
Puncak acara kegiatan Festival Kopi Lego ditutup dengan penampilan kolaborasi seniman lokal, nusantara hingga mancanegara yang melibatkan sejumlah musisi jazz internasional dan Banyuwangi Jazz Patrol dari Kawitan bersama koreografer Tebo Aumbara dari Pulau Dewata.

GOMBENGSARI GO INTERNASIONAL

Gombengsari memiliki luas kebun kopi ratusan hektar, namun bertani kopi bukan hal yang menarik bagi generasi mudanya. Banyak anak-anak muda di Gombengsari lebih memilih mencari kerja ke kota atau bahkan ke luar kota, karena mereka beranggapan bahwa bertani kopi tidak menguntungkan.
Besarnya potensi produk kopi di Gombengsari lebih banyak dinikmati pihak lain.

Menurut para petani kopi di sana, produk kopi di wilayah Gombengsari saat ini lebih banyak dipasarkan berupa biji mentah (green bean) oleh pengusaha-pengusaha kopi dari Dampit, Tirtoyudo dan Ampelgading.

Sekitar 80 persen kopi Gombengsari akhirnya diolah di Kabupaten Malang, dan diberi label Kopi Amstirdam (Ampel Gading, Tirtoyudo, Dampit) yang kini tengah naik daun.

"Gombengsari memiliki luas kebun kopi ratusan hektar, namun mereka tidak punya branding (nama). Kopi green bean dibeli para tengkulak dengan harga murah dari petani Gombengsari. Bila dikalkulasikan, masyarakat tidak terlalu banyak mendapatkan keuntungan bila dibandingkan dengan biaya operasional yang telah mereka keluarkan," ujar Bachtiar Djanan.

Dengan dilaksanakannya Festival Kopi Lego, Bactiar berharap aktivitas pariwisata menjadi salah satu sarana untuk memperkenalkan produk kopi Gombengsari ke tingkat nasional bahkan internasional dengan dukungan seluruh warga Banyuwangi. (berbagai sumber)

Rute ke Gombengsari.
Denah lokasi desa Gombengsari.
#DesawisataGombengsari

Artikel BANYUWANGI BAGUS Lainnya :

0 komentar:

Posting Komentar

Scroll to top