BERKAT LALARE ORKESTRA BANYUWANGI, INDONESIA KEMBALI DULANG PENGHARGAAN PARIWISATA DUNIA

Banyuwangi kembali meraih penghargaan pariwisata. Dalam ajang Travel Mart di Indonesia Convention Exhibition (ICE), Banten (9/9/2016), yang diselenggarakan oleh Pasicif Asia Travel Association (PATA), Indonesia mendapat 4 penghargaan. Salah satunya untuk Banyuwangi.

Dalam acara yang diikuti oleh 1000 delegasi pariwisata dari 60 negara itu, kelompok kesenian Lalare Orkestra dari Kabupaten Banyuwangi berhasil meraih penghargaan tingkat dunia dari Pasific Asia Travel Association (PATA) kategori heritage and culture. 

PATA Gold Awards 2016 untuk kategori heritage and culture diberikan kepada perwakilan Paguyuban Sengker Kuwung Blambangan, Antariksawan Jusuf yang mempromosikan kesenian Banyuwangi Lalare Orkestra.
Lalare Orkestra Banyuwangi raih penghargaan PATA 2016.
Lalare Orkestra Banyuwangi tampil di Gesibu Blambangan (sumber : Jpnn.com)
PATA sendiri adalah asosiasi pariwisata yang terdiri atas 970 organisasi /entitas kepariwisataan, 100 maskapai penerbangan, 150 institusi pendidikan/universitas/pusat kajian pariwisata, dan ribuan perusahaan pariwisata.

Jika melihat begitu banyak kesenian di daerah kian meredup, kesenian di Banyuwangi justru berkembang dan mampu menjadi tuan di rumahnya sendiri. Salah satunya adalah Lalare Orchestra.

Kesenian asal Banyuwangi yang merupakan perpaduan antara alat musik tradisional seperti gendang, rebana, saron, angklung, berikut penarinya yang dimainkan oleh anak-anak ini seakan-akan menjadi bukti nyata bahwa kesenian daerah itu bisa hidup jika ada kemauan kuat untuk memberdayakannya.

Menurut Ketua Dewan Kesenian Blambangan (DKB), Samsudin Adlawi, Lalare Orchestra adalah kelompok musik yang berisi lebih dari 100 anak dari berbagai sanggar seni dan daerah di Banyuwangi.

Lalare Orkestra adalah orkestra anak-anak. Orkestra merupakan kelompok musisi yang memainkan alat musik bersama. Namun untuk Lalare Orkestra, alat-alat musik yang digunakan adalah alat musik tradisional.

Mereka memainkan beragam alat musik khas, seperti gendang, rebana, dan angklung, yang diorkestrasikan dalam paduan yang menarik.

Ada lebih dari seratus anak-anak SD hingga SMP yang tergabung di Lalare Orkestra, usia mereka mulai dari 8 hingga 13 tahun. Tidak hanya musisi, juga ada penarinya.

Anak-anak Lalare Orkestra sedang berlatih

"Lalare Orchestra adalah jawaban bagi regenerasi pelaku seni musik tradisi di Banyuwangi. Tentu penghargaan level dunia ini meneguhkan semangat kami bahwa yang berbau tradisi sebenarnya bisa bersaing di level global, tidak kalah dengan kemasan modern," ujar Samsudin.

Samsudin menambahkan, inisiatif untuk melestarikan sekaligus mengembangkan musik tradisi melalui sinergi banyak pihak tersebut menjadi pendorong iklim berkesenian di Banyuwangi. Sanggar-sanggar seni hidup. Di sejumlah ruang publik, secara terjadwal anak-anak berlatih bermacam kesenian, mulai dari seni musik hingga tari.

"Anak-anak diberi ruang dan apresiasi untuk tampil berkesenian. Tidak hanya sekadar jadi mata pelajaran di sekolah atau latihan saja, tapi unjuk kreativitas di depan ribuan orang saat event-event Banyuwangi Festival berlangsung," kata Samsudin.

Sementara itu, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan, Pemkab Banyuwangi menyediakan wadah unjuk kreativitas bagi generasi muda melalui Banyuwangi Festival. Lalare Orchestra adalah bagian dari puluhan event tahunan yang digelar dalam Banyuwangi Festival.

"Penghargaan dari PATA ini merupakan penghargaan dunia kedua yang lahir dari Banyuwangi Festival. Sebelumnya, awal 2016 Banyuwangi mendapat penghargaan kebijakan publik bidang pariwisata terbaik sedunia yang diberikan Badan Pariwisata PBB (UNWTO) di Madrid," ujar Anas.

Banyuwangi Festival, lanjut Anas, memberi ruang luas bukan hanya untuk mengerek pariwisata melalui event tourism, namun juga menjadi sarana pelestarian seni tradisi dan budaya lokal. "Melalui Banyuwangi Festival pula terjadi regenerasi para pelaku seni, karena banyak anak muda yang terlibat di dalamnya," ujarnya.

Plt Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi MY Bramuda menambahkab, gairah berkesenian itu pula yang secara tidak langsung ikut mendorong pengembangan pariwisata di Banyuwangi.

"Ada segmen wisatawan yang memang penggemar seni-seni tradisi, mereka senang melihat banyak penampilan seni tradisi. Dengan banyaknya anak-anak yang berlatih, termasuk melalui Lalare Orchestra, tentu semakin mudah melakukan regenerasi. Ini keunggulan Banyuwangi karena warganya cinta seni tradisi. Saat daerah lain susah melakukan regenerasi, di Banyuwangi relatif berjalan cukup baik," ujarnya.

ASAL-USUL LALARE ORKESTRA BANYUWANGI

Sebagaimana yang ditulis oleh Antariksawan Yusuf, lahirnya Lalare Orkestra awal mulanya adalah sebuah program dari Kementerian Pendidikan untuk merevitalisasi kesenian yang hampir punah.

Ketua Rumah Budaya Osing (RBO) yang juga guru SMPN1, Hasan Basri, dan Wakil Ketua Purwadi menggagas program pelestarian itu dengan memanfaatkan potensi lingkungan sekitar.

Yang dilirik adalah potensi bambu. Alasannya, bambu banyak ditemui di hampir semua daerah terutama di Kemiren, yang merupakan markas RBO.

Bambu yang banyak terdapat terutama di pinggir-pinggir sungai, menjadi tak berharga apabila hanya dibikin pagar, atau untuk pembuatan alas penjemur pindang.

Semula, pelatihan yang dibikin adalah pembuatan alat tabuh tradisional. Maka diiundanglah ahli pembuat angklung dari Taman Suruh bernama Ardi dan guru SMPN1 Syaiful, yang sekaligus membuat jadwal berlatih memainkan alat musik yang mereka bikin. 

Karena yang terlibat 29 anak-anak Kemiren, grupnya dinamakan Laren (Lare Kemiren) alias anak-anak Desa Kemiren.
Penghargaan PATA untuk Lalare Orkestra Banyuwangi.
Para penggiat budaya Laren dan Lalare Orkrestra saat menerima penghargaan dari PATA (sumber : Jatimtimes.com)
Angklung dianggap terlalu mainstream, terlalu umum, kentulitan-lah akhirnya dijadikan pilihan. Menurut Syaiful, angklung menggunakan bumbung, dengan resonansi menjadi satu bagian dengan bilah bunyi. Biasanya, angklung terdiri dari 14-15 nada.

Sementara Kentulitan tidak memiliki ruang resonansi, resonansinya terpisah dan terbuat dari kayu yang juga dipakai sebagai penyangga. Mereka ini juga belajar membuat angklung, slenthem, patrol, saron, pethit yang semuanya terbuat dari bambu.

Suatu saat, pertemuan Masyarakat Adat yang dituanrumahi oleh RBO, menampilkan Laren. Ketua Dewan Kesenian Blambangan (DKB), Samsudin Adlawi yang mendatangi acara tersebut tertarik untuk menampilkannya sebagai bagian dari Banyuwangi Festival.

Mereka kemudian mengadakan latihan rutin yang bertempat di SD Model Sobo Banyuwangi, direkrutlah dedengkot musik Banyuwangi Yon DD, Ketua Sanggar Damarwangi Sayun Sisiyanto, Ribut dan Syaiful.

Syaiful, yang juga melatih anak-anak bermain musik tradisional sebagai Penata Artistik dan Pelatih Senior di Sanggar Jingga Putih Gladag Rogojampi pimpinan maestro Sumitro Hadi, menarik  pula anak asuhannya dari SMPN1 Banyuwangi tempat sehari-hari ia mengajar. Juga dari Rogojampi, Singojuruh, dan Srono. Sayun juga mengajak murid-muridnya dari Wonosobo, Srono, Muncar dan sekitarnya. Hingga jumlahnya mencapai 100 anak.
Anak-anak Lalare Orkestra sedang berlatih (sumber : Facebook )
Yang membedakan keduanya adalah Laren memainkan lagu-lagu “sawahan” lagu-lagu kuno Desa Kemiren. Misalnya lagu Kertas Mabur, Kembang Jeruk, Thetho Lelung, Lemar-Lemir, Lebak-lebak, Walang Kekek.

Sementara Lalare Orkestra memainkan musik dan lagu daerah yang lebih modern dan diaransemen ulang. Lagu-lagu yang dibawakan antara lain: Ulan Andhung-andhung, Padhang Ulan, Umbul-umbul Belambangan, Belajar Ngaji, Ayo Sekolah, Kupu Cedhung, Usum Layangan.

Pentas mereka pertama adalah saat penghargaan seniman dan budayawan Banyuwangi oleh DKB bertempat di RBO bulan Desember 2014. 

Lantas disusul Green and Recycle Fashion Week tanggal 13 Maret 2015. Dan puncaknya pada tanggal 1 Agustus 2015, di pentas Taman Blambangan, digelarlah Festival Perkusi dan Konser Lalare Orkestra.


Lalare Orkestra, menampilkan 13 lagu tradisional, disaksikan oleh sekitar 5000 penonton. Penampilannya yang hampir tiada cacatnya itu, berkat latihan dan kerja keras, mengundang tepuk tangan ribuan penonton. Mereka ini masa depan Banyuwangi, yang menjaga warisan kesenian tradisional Banyuwangi.

Maka tidak salah, kalau organisasi pariwisata Asia Pacific PATA, mengganjarnya dengan sebuah Penghargaan Emas kategori Warisan Budaya dan Kebudayaan, yang diserahkan tanggal 9 September 2016 di acara konvensi PATA di ICE Serpong Indonesia.

Selamat untuk Lalare Orkestra Banyuwangi!

Artikel BANYUWANGI BAGUS Lainnya :

0 komentar:

Posting Komentar

Scroll to top