DITETAPKAN SEBAGAI CAGAR BIOSFIR DUNIA, GUNUNG IJEN DAN ALAS PURWO JADI AMUNISI BARU BAGI PROMOSI WISATA BANYUWANGI

Gunung Ijen dan Alas Purwo Menjadi Cagar Biosfir Dunia – Tahun 2016 benar-benar membawa berkah bagi dunia pariwisata Banyuwangi. Setelah ditetapkan sebagai juara dunia dalam ajang penghargaan pariwisata tingkat dunia oleh UNWTO pada bulan Januari lalu, selang dua bulan kemudian, nama Banyuwangi sekali lagi mendunia dengan ditetapkannya Taman Wisata Alam Gunung Ijen dan Taman Nasional Alas Purwo di Kabupaten Banyuwangi sebagai jaringan cagar biosfer dunia oleh Unesco. 
Gunung Ijen di Banyuwangi ditetapkan sebagai cagar biosfir dunia oleh Unesco.
Keindahan pemandangan di sekitar Gunung Ijen (sumber : www.kompasiana.com/anwarrov)
Penetapan itu dilakukan pada sidang "International Coordinating Council" (ICC) Program MAB (Man and The Biosphere) Unesco ke-28 di Kota Lima, 18-20 Maret 2016.

Layak jika kabar gembira ini disambut dengan suka cita oleh seluruh masyarakat Banyuwangi. Secara logis, ini menjadi kabar baik bagi masa depan pariwisata di Banyuwangi. Sebuah modal yang tak ternilai harganya untuk men’dunia’kan pariwisata Banyuwangi.

Bagi Bupati Abdullah Azwar Anas, penetapan sebagai cagar biosfir bagi Gunung Ijen dan Alas Purwo ini, diibaratkan bagaikan mendapatkan amunisi baru untuk mempromosikan pariwisata di Banyuwangi yang sedang gencar-gencarnya mengembangkan eco tourism.

"Program cagar biosfer selaras dengan komitmen kami dalam mengusung konsep pengembangan wisata yang menyuguhkan keindahan lingkungan. Ini juga akan menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan," ungkapnya.

Dengan penetapan ini, dua destinasi tersebut bisa dikembangkan dengan cara pandang baru. Levelnya menanjak oleh status baru tersebut.

"Kini kami dapat status baru, itu sama juga dengan mendapat value baru berstandar dunia," kata Azwar Anas.

BAGAIMANA BANYUWANGI TERPILIH

Awal mula ceritanya, pada tahun 2015 pemerintah Indonesia melalui rekomendasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah memilih sejumlah situs untuk menjadi nomine cagar biosfer dunia, di antaranya TN Alas Purwo, Gunung Ijen, TN Meru Betiri, dan TN Baluran. Keempat situs tersebut diusulkan sebagai satu kesatuan cagar biosfer yang akan dinamakan Cagar Biosfer Blambangan

Salah satu syarat sebuah situs bisa dijadikan nomine adalah mendapat rekomendasi dari pemangku kepentingan terkait, termasuk pemerintah daerah di mana situs tersebut berada.

Cagar Biosfer Blambangan akhirnya terpilih sebagai cagar biosfir dunia oleh Unesco, karena mampu memenuhi syarat sebagai bagian jaringan cagar biosfer dunia, di antaranya memiliki keunikan, baik keanekaragaman hayati maupun budaya masyarakat lokalnya.

Cagar Biosfer Blambangan meliputi kawasan seluas 678.947,36 hektare yang terbagi ke dalam tiga zona, yaitu area inti seluas 127.855,62 hektare yang meliputi empat kawasan konservasi terdiri atas tiga taman nasional, yakni Alas Purwo, Baluran dan Meru Betiri, dan satu cagar alam Kawah Ijen. Berikutnya adalah zona penyangga seluas 230.277,4 hektare dan area transisi seluas 320.814.34 hektare.

Penetapan Gunung Ijen dan Taman Nasional Alas Purwo sebagai cagar biosfir itu memang sangat layak. Kawah Ijen dikenal sebagai sebuah kawah terasam di dunia. Memiliki dinding kaldera setinggi 300-500 meter, dengan luas 5.466 hektar, dan ukuran kawahnya sendiri kurang lebih 20 km.

Meskipun dibutuhkan perjuangan cukup berat untuk mencapai kawahnya, namun imbalannya sebanding. Panorama alam Gunung Ijen sangatlah menawan. Keindahannya tak cukup diungkapkan dengan kata-kata. Hanya pengalaman visual yang mampu menjawabnya.

Tidak hanya fenomena api biru yang membuatnya mendunia, eksotisme sunrise di Kawah Ijen yang berwarna hijau toska pun tak kalah memesona.
Savana Sadengan, Alas Purwo, Banyuwangi.
Padang savana Sadengan (sumber : Triangleofdiamond.blogspot.co.id)
Alas Purwo juga tak kalah keren. Didalamnya tersimpan potensi keindahan alam dan budaya yang luar biasa. Alas Purwo memiliki hutan rimba yang luas, padang savana dengan keanekaragaman fauna langkanya, juga keindahan pantai-pantainya, salah satunya Pantai Plengkung yang sudah mendunia lewat deburan ombaknya yang menjadi surga para peselancar dunia. Jangan dilupakan, di Alas Purwo juga terdapat situs bersejarah – Kawitan dan Pura Giri Seloka – dan puluhan gua yang menjadi daya tarik kunjungan wisata spiritual.
Pantai Plengkung alias G-land.
Ombak Pantai Plengkung yang merupakan salah satu yang terbaik di dunia (sumber : G-land.asia)

APA ITU CAGAR BIOSFIR

Cagar Biosfer adalah kawasan konservasi yang keberadaanya diakui secara internasional sebagai suatu kawasan yang mempromosikan keseimbangan /keselarasan hubungan antara pembangunan ekonomi, pemberdayaan masyarakat dan perlindungan lingkungan, melalui kemitraan antara manusia dan alam.

Konsep cagar biosfer sendiri telah digagas oleh Unesco sejak 1971 dan hingga saat ini jumlahnya mencapai 669 kawasan di 120 negara di dunia.

Cagar Biosfer (Biosphere Reserves) merupakan situs yang ditunjuk oleh berbagai negara melalui kerjasama program MAB-UNESCO (Man and The Biosphere Programme –United Nations Education Social and Cultural Organization) untuk mempromosikan konservasi keanekaragaman hayati dan pembangunan berkelanjutan, berdasarkan pada upaya masyarakat lokal dan ilmu pengetahuan yang handal.

Dalam pengelolaannya suatu Cagar Biosfer dibagi menjadi 3 zona yang saling berhubungan, yaitu :
  • Area inti (Core Area) adalah kawasan konservasi atau kawasan lindung dengan luas yang memadai, mempunyai perlindungan hukum jangka panjang, untuk melestarikan keanekaragaman hayati beserta ekosistemnya.
  • Zona penyangga (Buffer Zone) adalah wilayah yang mengelilingi atau berdampingan dengan area inti dan teridentifikasi, untuk melindungi area inti dari dampak negatif kegiatan manusia.
  • Area transisi (Transition Zone) adalah wilayah terluar dan terluas yang mengelilingi atau berdampingan dengan zona penyangga.
Area inti merupakan area konservasi yang tidak boleh diutak-atik dan berada di bawah perlindungan hukum, sedangkan zona penyangga bisa dimanfaatkan untuk kegiatan yang mendukung konservasi. Sementara area transisi menjadi wilayah untuk kegiatan-kegiatan pengelolaan sumber daya alam secara lestari dan model-model pembangunan berkelanjutan yang bisa dipromosikan dan dikembangkan.

KEUNTUNGAN MENJADI CAGAR BIOSFIR

Dengan menjadi cagar biosfir tidak akan ada konsekuensi terhadap status pengelolaan atau kepemilikan karena semuanya tetap seperti semula. Yang berubah hanya pola pikir dalam mengelola cagar tersebut.

Dengan menjadi cagar biosfer dunia ada beberapa keuntungan yang didapatkan oleh cagar itu sendiri maupun masyarakat di sekitarnya.
   
Pertama, adalah keuntungan ekologi dimana sumber daya alam hayati dan budaya di dalam cagar biosfir terlindungi dan terkelola dengan baik.

Kedua,  keuntungan ekonomi dimana pengelolaan wilayah sekitar akan dikembangkan secara berkelanjutan dengan melibatkan masyarakat sekitar.
   
Ketiga, keuntungan secara sosial budaya dan ‘capacity building' untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
   
Selain itu juga akan menjadi promosi yang strategis bagi daerah, karena ada 120 negara yang  menjadi anggota MAB-UNESCO yang setiap tahunnya melakukan pertemuan dan sharing tentang cagar budaya biosfer.
   
ADA 12 CAGAR BIOSFIR DI INDONESIA

Dengan ditetapkannya  Taman Wisata Alam Gunung Ijen dan Taman Nasional Alas Purwo di Kabupaten Banyuwangi sebagai jaringan cagar biosfer dunia oleh Unesco, maka hingga kini Indonesia memiliki 12 cagar biosfer yang menjadi bagian dari World Network of Biosphere Reserves.

Sepuluh cagar biosfer lainnya adalah Cagar Biosfer Cibodas, Cagar Biosfer Komodo, Cagar Biosfer Tanjung Putting, Cagar Biosfer Lore Lindu, Cagar Biosfer Pulau Siberut, Cagar Biosfer Gunung Leuser, Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu, dan Cagar Biosfer Wakatobi, Cagar Biosfer Bromo Tengger Semeru-Arjuna, dan Cagar Biosfer Taka Bonerate-Kepulauan Selayar.

Artikel BANYUWANGI BAGUS Lainnya :

0 komentar:

Posting Komentar

Scroll to top