BERBAGAI TRADISI SUROAN DI BANYUWANGI

Seperti halnya masyarakat di berbagai daerah di Indonesia, beragam kegiatan dilakukan masyarakat di Banyuwangi dalam menyambut tahun Baru Islam, 1 Muharam atau 1 Suro dalam tradisi Jawa. Selain kegiatan yang lazim seperti mengadakan pengajian, berpuasa, hingga jamasan atau mensucikan keris dan barang antik, ternyata ada beberapa daerah di Banyuwangi yang memiliki tradisi yang khas untuk menyambut bulan Suro. Berikut diantaranya.

Grebeg Tumpeng Suro Masyarakat Dusun Pekulo
Menyambut pergantian Tahun Baru Islam (Muharam) atau dalam kalender masyarakat Jawa dikenal dengan bulan Suro, ratusan masyarakat di Dusun Pekulo, Desa Kepundungan, Kecamatan Srono, Banyuwangi, mengikuti acara Grebeg Tumpeng Suro, Selasa (13/10/2015).

Beberapa tumpeng raksasa yang dibuat atas swadaya masyarakat di arak keliling desa. Tumpeng tersebut dilengkapi dengan lauk pauk beraneka macam. Selain itu, terdapat tumpeng yang terbuat dari palawija hasil pertanian masyarakat setempat.
Ratusan warga Dusun Pekulo, Desa Kepundungan, Kecamatan Srono, Banyuwangi mengikuti acara Grebeg Tumpeng (foto : Kompas.com) 
Ratusan ancak juga disiapkan untuk dimakan bersama dengan masyarakat yang datang, pada acara yang digelar setahun sekali tersebut.

Menurut Andre Subandrio, Ketua Panitia Grebeg Tumpeng Suro, selamatan dengan tumpeng biasanya dilakukan di masing-masing lingkungan, namun sejak empat tahun terakhir dijadikan satu agar lebih rukun.

"Harapannya semakin banyak yang datang dan ikut makan maka semakin berkah. Dan semoga selama setahun ke depan kita terhindar dari bahaya," jelas Andre.

Menurut Andre hampir seluruh masyarakat di wilayahnya berkerja sebagai petani dan juga buruh tani dan memiliki lahan pertanian yang cukup luas.

"Di sini semua warganya kerja tidak jauh jauh dari pertanian. Tidak ada pabrik di sini," katanya.

Setelah diarak keliling desa, rombongan yang membawa tumpeng berhenti di simpang tiga desa dan berdoa bersama. Selanjutnya masyarakat berebut tumpengan palawija dan makan bersama di sepanjang jalan Dusun Pekulo.

Palawija yang berhasil diperoleh warga, selanjutnya dimasak bersama keluarga di rumah agar mendapat berkah.

Masyarakat Suku Osing Membuat Jenang Suro
Masyarakat suku Osing Banyuwangi, mempunyai cara khusus dalam rangka merayakan Tahun Baru Islam. Mereka membuat jenang suro sebagai hantaran ke tetangga atau saudara.

Salah seorang warga Banyuwangi, Yarmeli (56) mengatakan masyarakat di desa-desa menggelar selamatan dengan membuat jenang suro.

Makanan ini terbuat dari tepung beras yang ditanak dengan santan dan serai, diberi kuah kare, irisan telur dadar, dan kacang tanah yang digoreng. Ada juga yang menambahkan serundeng atau kelapa yang digoreng. Rasanya mirip bubur ayam.

Mengantar jenang suro, kata Yarmeli merupakan tradisi turun temurun bagi keluarga osing yang akan terus diajarkan kepada anak cucu. Ini juga bermakna memperkuat hubungan silaturahmi dengan tetangga dan saudara.

Menariknya, saat mengantarkan jenang suro dengan piring ke tetangga atau keluarga, si penerima cukup menarik alas daun pisang yang dibentuk membulat, kemudian dipindahkan ke piring lainnya.
Kegiatan selamatan ini tidak secara khusus diumumkan di masjid, namun lebih kepada inisiatif masing-masing individu.

Di Ketapang Para Santri Gelar Ider Bumi
Di Desa Ketapang, Kecamatan Kalipuro, puluhan santri dari Yayasan Jamiyah Tauhid dan Pondok Pesantren Al-Hikam, menggelar ritual Ider Bumi untuk memperingati 1 Muharam Tahun Hijriyah.
Ritual tahunan yang digelar sejak puluhan tahun ini diikuti puluhan santri dan masyarakat sekitar. Ritual Ider Bumi ini untuk mendoakan Indonesia agar terhindar bahaya dan bencana.
Masyarakat Desa Ketapang melakukan Ider Bumi menyambut 1 Suro (foto : Detik.com) 
Sebelum menggelar ritual, santri dan masyarakat menggelar pengajian hingga menjelang pagi. Mereka pun juga berpuasa dan makan sahur hanya dengan segenggam nasi dan air putih.

Para santri dan masyarakat yang mengikuti Ider Bumi ini, berkeliling jalan kampung, desa dan kelurahan sejak dini hari, hingga menjelang matahari terbenam. Di sepanjang  mereka melafalkan Istigfar sambil membawa bendera merah putih.

"Ini adalah budaya dan tradisi di Indonesia. Sebagai warga negara yang baik, kita harus melestarikan sekaligus mendoakan Indonesia agar terhindar dari mara bahaya dan bencana," ujar pengasuh Yayasan Jamiyah Tauhid dan Ponpes Al-Hikam Banyuwangi, KH Mas Syaifulloh Ali Bagiono.

Menurut KH Mas Syaifulloh Ali, ritual Ider Bumi dalam pandangan ajaran jawa kuno, adalah membersihkan diri dari kotoran 4 unsur manusia. Antara lain, unsur api, air, tanah dan angin.

Sedangkan dalam pandangan Islam, Ider Bumi merupakan napak tilas dari Nabi Adam, AS, saat diturunkan di bumi saat mencari Siti Hawa. Sekaligus ritual ini merupakan napak tilas para pahlawan saat merebut kemerdekaan dulu.

"Inti dari Ider Bumi ini adalah membersihkan diri. Selain mereka yang melakukan, juga membersihkan alam semesta dan seisinya. Pembersihannya dilakukan dengan bacaan Istighfar yang dilakukan peserta Ider Bumi," tambahnya.

Berbagai kegiatan di bulan Suro dilakukan di Banyuwangi, mulai dari jamasan atau mensucikan keris dan barang antik, hingga kegiatan pengajian. Kegiatan ini semuanya dilakukan untuk membersihkan diri, hati dan pikiran, agar di tahun ke depan lebih dipermudah dalam menjalankan segala kegiatan ataupun aktivitas. (Detik.com, Kompas.com, Republika.co.id)

Artikel BANYUWANGI BAGUS Lainnya :

0 komentar:

Posting Komentar

Scroll to top