TRADISI ARUNG KANAL DI SUNGAI PEKALEN SAMPEAN

Wisata Banyuwangi - Banyuwangi memiliki banyak tradisi dan ritual budaya yang unik. Satu diantaranya adalah Tradisi Arung Kanal dan Ritual Balang Apem yang berlangsung di Desa Kebondalem, Kecamatan Bangorejo, Kabupaten Banyuwangi. Arung kanal bisa diartikan sebagai pelayaran mengarungi sungai.

Tradisi Arung Kanal dan Ritual Balang Apem di Kecamatan Bangorejo, Banyuwangi.

Sebelum digelar ritual Balang Apem 'Arung Kanal', diawali dengan berbagai macam kegiatan yang melibatkan seluruh elemen masyarakat. Diantaranya lomba mewarnai gambar, lomba miniatur perahu hias, renang ceria, pawai drum band dan karnaval budaya, serta grebek lele (memegang ikan lele dari sungai). Acara itu dipusatkan di Sungai Pekalen Sampean, Dusun Tanjungrejo, Desa Kebondalem, Kecamatan Bangorejo.

 Lomba renang dan balang apem di Sungai Pekalen Sampean diikuti banyak remaja.
Secara geografis, Desa Kebondalem dikelilingi beberapa sungai besar sehingga mereka tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan sungai. Dahulu, sebelum berkembangnya kesadaran hidup sehat, warga setempat memanfaatkan sungai untuk keperluan sehari-hari. Namun kini, sungai terebut hanya dijadikan sumber pengairan sawah dan tempat bermain anak-anak. 

Kondisi alam inilah yang menumbuhkan semangat bahari, dan memicu warga untuk berkreasi dengan menggelar ajang pesta perahu sejak tahun 1967, di atas aliran Pekalen Sampeyan Wilayah UPTD Eksploitasi Pengairan Bangorejo.

Awalnya, kegiatan lomba perahu ini untuk memperingati HUT RI saja. Namun proses berikutnya berkembang menjadi agenda tahunan yang melibatkan ribuan warga. Kegiatan yang sudah menjadi agenda tahunan dan menyedot ribuan penonton dari berbagai kota ini konon telah dimulai sejak tahun 1967. Awalnya hanya berupa adu balap menggunakan batang pohon pisang, namun seiring kemajuan zaman berubah menjadi ajang kreativitas merangkai perahu hias berwarna-warni.


Perahu yang dipakai untuk pesta rakyat ini adalah replika dari kapal yang sebenarnya.  Dengan berkelompok warga berkreasi membuat replika kapal yang terbuat dari bamboo, kayu, kertas dan batang pisang menjadi wujud kapal bak di lautan.

Meski terlihat sederhana, biaya pembuatan replika kapal tersebut cukup mahal. Satu perahu bisa menghabiskan biaya hingga puluhan juta rupiah. Tidak heran mengingat kapal yang dibuat warga bisa mencapai hingga panjang 15 meter dan lebar 4 meter. Sepintas, persis kapal yang sedang berlayar di lautan. Biaya tersebut sebagian besar berasal dari iuran swadaya warga, selain mendapat bantuan dana dari pihak panitia.

Dalam pembuatan sebuah perahu, warga membutuhkan waktu hingga sebulan untuk menyelesaikannya. Bahan dasar gedebok (batang pohon pisang) dirangkai dengan bambu. Batang pisang ini sebagai penyangga agar perahu bisa mengapung. Bambu dipakai sebagai rangka, lalu dibungkus dengan kain plastik dan diwarnai layaknya kapal.

Untuk memperindah, ditambahi hiasan lampu. Tenaga lampu ini didapat dari mesin diesel yang dipasang di tengah badan perahu. Pembuatan perahu tidak seluruhnya dikerjakan di atas sungai. Bahan dasarnya dibuat di daratan. Begitu selesai diangkat ke sungai, lalu diselesaikan di atas air. 
Satu perahu besar biasanya dikerjakan oleh 10 hingga 15 orang. Mereka merupakan kelompok warga yang suka berkreasi. Perahu buatannya itu nantinya dilombakan selama Arung Kanal.

Belasan perahu berbagai bentuk ini kemudian diarak di atas sungai. Ada replika kapal pinisi, kapal perang milik TNI, kapal angkutan umum hingga kapal bajak laut.  Hiasan lampu warna-warni, berbagai ornament kapal dan suara dentuman musik membuat acara ini semakin meriah.  Tidak ketinggalan para awak yang juga tim pembuat kapal ikut menghidupkan suasana dengan ikut menari-nari di atas kapal tiruan tersebut.

RITUAL BALANG APEM
Ditengah gemuruhnya pesta rakyat 'Arung Kanal' yang sedang berlangsung, ada Ritual Balang Apem (Lempar kue Apem) Arum Gondo Roso dan Apem Arum Sekar Ting-Ting. Tujuan Ritual Balang Apem yang dipimpin oleh sesepuh kampung itu sebagai bentuk penolak bala serta puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah memberi ketentraman dan keamanan kepada seluruh masyarakat desa Kebondalem. Selain itu, juga sebagai simbol ritual, yang intinya saling memaafkan antarsesama umat manusia.

Ritual Balang Apem diawali dengan tarian Gandrung dan Jawa yang seluruh penarinya masih gadis. Ketika berlangsung prosesi ritual Balang Apem yang dilakukan oleh puluhan gadis-gadis desa, ribuan penonton yang berjajar dan berdiri di pinggiran kanal, saling berebut kue apem yang sudah diberi doa oleh para tetua adat. Mereka mempunyai keyakinan bagi siapa yang dapat menangkap dan memakan nikmatnya apem tersebut sama halnya dengan mendapat berkah.


Sedangkan bagi kalangan muda, ritual Balang Apem ini punya makna perjodohan. Bagi jejaka atau gadis yang belum mempunyai calon pendamping, jika apem yang dilempar itu mengenai dirinya, maka itu diyakini sebagai pertanda akan segera mendapat jodoh.

Artikel BANYUWANGI BAGUS Lainnya :

0 komentar:

Posting Komentar

Scroll to top